Peranan
Etika Penyelenggaraan Pemerintahan dalam Mewujudkan Good Governance
Etika
Pemerintahan
Etika Pemerintahan
merupakan ajaran
untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.
Dalam etika pemerintahan
selalu
terkait dengan pertanyaan: Apakah
yang sebaiknya (sesuatu yang baik dan benar) yang saya lakukan?
Dalam pergaulan baik
terbatas maupun secara luas, memerlukan rasa etika atau etis. Etika
(ethics) adalah sistem daripada prinsip-prinsip moral tentang baik
dan buruk. Baik dan buruk terhadap tindakan dan atau perilaku. Etika
dapat dibedakan antara etik umum dan etik khusus. Etik umum berlaku
umum dan etik khusus berlaku khusus (terbatas) di kalangan tertentu,
misalnya etika pemerintahan. Ethics dapat berupa etika (etik), yaitu
berasal dari dalam diri sendiri (hati nurani) yang timbul bukan
karena keterpaksaan, akan tetapi didasarkan pada ethos dan esprit,
jiwa dan semangat. Ethics dapat berupa etiket, yaitu berasal dari
luar diri (menyenangkan orang lain), timbul karena rasa keterpaksaan
didasarkan pada norma, kaidah dan ketentuan. Ethics atau etika dapat
juga berarti tata susila (kesusilaan) dan tata sopan santun
(kesopanan) dalam pergaulan hidup sehari-hari baik dalam keluarga,
masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara.
Etika Pemerintahan
terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat,
aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan hidup
yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan
perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau
berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man).
Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya
mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu
kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat
cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang
ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin
manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain.
Sanksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri
sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom.
Kesopanan adalah
peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain,
pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat,
berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah kepantasan,
kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam
pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan
disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau
kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan
dititik beratkan kepada sikap lahir (lahiriah) setiap subyek
pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan.
Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial
(communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu
kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi
terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di
tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya
dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma,
kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat). Sanksi kesopanan
dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom.
Peranan
Etika Penyelenggaraan Pemerintahan terhadap Good Governance
Good governance
merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam
perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang
wajar dan sudah seharusnya direspon positif oleh aparatur
penyelenggaraan pemerintahan. Good
governance mengandung dua arti yaitu
:
- Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.
Untuk
penyelenggaraan Good
governance
tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika
merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal
yaitu
:
- Logika, mengenai tentang benar dan salah.
- Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
- Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Secara etimologi,
istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata "Virtus"
yang berarti keutamaan dan baik sekali,
serta bahasa Yunani yaitu kata "Arete"
yang berarti utama.
Dengan demikian etika
merupakan ajaran-ajaran tentang cara berprilaku yang baik dan yang
benar.
Perilaku yang baik mengandung nilai-nilai keutamaan, nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan erat dengan hakekat dan kodrat manusia
yang luhur. Oleh karena itu kehidupan politik pada jaman Yunani
kuno
dan Romawi
kuno,
bertujuan
untuk mendorong, meningkatkan dan mengembangkan
manifestasi-manifestasi unsur moralitas.
Kebaikan hidup manusia yang mengandung empat unsur yang disebut juga
empat
keutamaan yang pokok
(the
four cardinal virtues)
yaitu :
- Kebijaksanaan, pertimbangan yang baik (prudence).
- Keadilan (justice).
- Kekuatan moral, berani karena benar, sadar dan tahan menghadapi godaan (fortitude).
- Kesederhanaan dan pengendalian diri dalam pikiran, hati nurani dan perbuatan harus sejalan atau "catur murti" (temperance).
Pada jaman Romawi
kuno
ada penambahan satu unsur lagi yaitu "Honestum"
yang artinya adalah kewajiban
bermasyarakatan, kewajiban rakyat kepada negaranya.
Dalam perkembangannya pada masa abad pertengahan, keutamaan tersebut
bertambah lagi yang berpengaruh dari Kitab
Injil
yaitu Kepercayaan
(faith),
harapan (hope)
dan cinta
kasih (affection).
Pada masa abad
pencerahan (renaissance)
bertambah lagi nilai-nilai keutamaan tersebut yaitu Kemerdekaan
(freedom), perkembangan pribadi (personal development),
dan kebahagiaan
(happiness).
Pada abad ke-16 dan
17 untuk mencapai perkembangan pribadi (personal
development) dan
kebahagiaan (happiness)
tersebut dianjurkan mengembangkan kekuataan
jiwa (animositas), kemurahan hati (generositas),
dan keutamaan
jiwa (sublimitas).
Dengan demikian
etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan.
filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan
sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang
biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.
Jika melihat
sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat
teoritis,
"mempertanyakan
yang ada",
sedangkan filsafat
praktis,
"mempertanyakan
bagaimana sikap dan prilaku manusia terhadap yang ada",
dan filsafat
etika.
Oleh karena itu filsafat pemerintahan termasuk dalam kategori cabang
filsafat
praktis.
Filsafat pemerintahan berupaya untuk melakukan suatu pemikiran
mengenai kebenaran yang dilakukan pemerintahan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara mengacu kepada kaedah-kaedah atau nilai-nilai
baik formal maupun etis.
Dalam ilmu kaedah
hukum (normwissenchaft
atau sollenwissenschaft)
menurut Hans
Kelsen
yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik hukum dan
sistematik hukum meliputi Kenyataan
idiil
(rechts
ordeel)
dan Kenyataan
Riil
(rechts
werkelijkheid).
Kaedah merupakan patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang
"seharusnya".
Proses terjadinya kaedah meliputi : Tiruan
(imitasi)
dan Pendidikan
(edukasi).
Adapun macam-macam kaedah mencakup,
Pertama
: Kaedah
pribadi,
mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain :
- Kaedah Kepercayaan, tujuannya adalah untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau hidup beriman. meliputi : kaedah fundamentil (abstrak), contoh : manusia harus yakin dan mengabdi kepada Tuhan YME. Dan kaedah aktuil (kongkrit), contoh : sebagai umat islam, seorang muslim/muslimah harus sholat lima waktu.
- Kaedah Kesusilaan, tujuannya adalah untuk kebaikan hidup pribadi, kebaikan hati nurani atau akhlak. Contoh : kaedah fundamentil, setiap orang harus mempunyai hati nurani yang bersih. Sedangkan kaedah aktuilnya, tidak boleh curiga, iri atau dengki.
Kedua:
Kaedah
antar pribadi
mencakup :
- Kaedah Kesopanan, tujuannya untuk kesedapan hidup antar pribadi, contoh : kaedah fundamentilnya, setiap orang harus memelihara kesedapan hidup bersama, sedangkan kaedah aktuilnya, yang muda harus hormat kepada yang tua.
- Kaedah Hukum, tujuannya untuk kedamaian hidup bersama, contoh : kaedah fundametilnya, menjaga ketertiban dan ketentuan, sedangkan kaedah aktuilnya, melarang perbuatan melawan hukum serta anarkis. Mengapa kaedah hukum diperlukan, Pertama : karena dari ketiga kaedah yang lain daripada kaedah hukum tidak cukup meliputi keseluruhan kehidupan manusia. kedua : kemungkinan hidup bersama menjadi tidak pantas atau tidak seyogyanya, apabila hanya diatur oleh ketiga kaedah tersebut.
Filsafat
pemerintahan ini diimplementasikan dalam etika pemerintahan yang
membahas nilai dan moralitas pejabat pemerintahan dalam menjalankan
aktivitas roda pemerintahan. Oleh karena itu dalam etika pemerintahan
dapat mengkaji tentang baik-buruk, adil-zalim, ataupun adab-biadab
prilaku pejabat publik dalam melakukan aktivitas roda pemerintahan.
Setiap sikap dan prilaku pejabat publik dapat timbulkan dari
kesadaran moralitas yang bersumber dari dalam suara hati nurani
meskipun dapat diirasionalisasikan.
Contoh dalam
kehidupan masyarakat madani (civil
society)
ataupun masyarakat demokratis, nilai dan moralitas yang dikembangkan
bersumber kepada kesadaran moral tentang kesetaraan
(equlity),
kebebasan
(freedom),
menjunjung
tinggi hukum,
dan kepedulian
atau solidaritas.
Dari segi etika,
pemerintahan adalah perbuatan atau aktivitas yang erat kaitannya
dengan manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu perbuatan atau
aktivitas pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika dan
moralitas serta budaya baik antara pemerintahan dengan rakyat, antara
lembaga/pejabat publik pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan
semacam ini biasanya disebut Prinsip
Kepatutan dalam pemerintahan dengan pendekatan moralitas sebagi dasar
berpikir dan bertindak.
Prinsip kepatutan ini menjadi fondasi etis bagi pejabat publik dan
lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Etika pemerintahan
disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial
(mahluk
sosial).
Nilai-nilai
keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan
adalah :
- Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
- kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
- Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
- kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
- Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
- Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.
Karena pemerintahan
itu sendiri menyangkut cara pencapaian negara dari prespekti dimensi
politis, maka dalam perkembangannya etika pemerintahan tersebut
berkaitan dengan etika politik. Etika
politik subyeknya
adalah negara,
sedangkan etika
pemerintahan subyeknya adalah
elit
pejabat publik
dan staf
pegawainya.
Etika politik
berhubungan dengan dimensi politik dalam kehidupan manusia yaitu
berhubungan dengan pelaksanaan sistem politik seperti contoh :
tatanan politik, legitimasi dan kehidupan politik. Bentuk
keutamaannya seperti prinsip demokrasi (kebebasan
berpendapat),
harkat martabat manusia (HAM),
kesejahteraan rakyat. Etika politik juga mengharuskan sistem politik
menjunjung nilai-nilai keutamaan yang harus dapat
dipertanggungjawabkan secara etis maupun normatif. Misalnya
legitimasi politik harus dapat dipertanggungjawabkan dengan demikian
juga tatanan kehidupan politik dalam suatu negara.
Etika pemerintahan
berhubungan dengan keutamaan yang harus dilaksanakan oleh para elit
pejabat publik dan staf pegawai pemerintahan. Oleh karena itu dalam
etika pemerintahan membahas prilaku penyelenggaraan pemerintahan,
terutama penggunaan kekuasaan, kewenangan termasuk legitimasi
kekuasaan dalam kaitannya dengan tingkah laku yang baik dan buruk.
Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang
dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara
(pancasila)
maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks
proklamasi).
Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus pancasila
sebagai dasar negara (fundamental
falsafah bangsa)
dan doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan
legitimasi dan serta keabsahan hukum secara de
yure
maupun de
facto
oleh pemerintahan RI, dimana pancasila digunakan sebagai doktrin
politik organisasinya.
Kunci utama memahami
good
governance,
menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman
atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip
ini didapat tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Prinsip-prinsip
tersebut meliputi:
a.
Partisipasi masyarakat:
semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan,
baik secara langsung maupun melalui lembaga lembaga perwakilan yang
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut
dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat,
serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.
b.
Tegaknya
supremasi hukum:
kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu,
termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
c.
Transparasi:
transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses
pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus
memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
d.
Peduli
dan stakeholder:
lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani
semua pihak yang berkepentingan.
e.
Berorientas
pada consensus:
tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang
berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa
yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin,
konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedurnya.
f.
Kesetaraan:
semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka.
g.
Efektifitas
dan efisiensi:
proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil
sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan
sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
h.
Akuntabilitas:
para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi
masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada
lembaga-lembaga yang berkepentingan.
i.
Visi
strategis:
para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh
ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia,
serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan
perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang
menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Good governace hanya
bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan
kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Negara
1.
menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil;
2.
membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan;
3.
menyediakan public
service yang
efektif dan accountable;
4.
menegakkan HAM;
5.
melindungi lingkungan hidup;
6.
mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
b.
Sektor swasta
1.
Menjalankan industri;
2.
Menciptakan lapangan kerja;
3.
Menyediakan insentif bagi karyawan;
4.
Meningkatkan standar kehidupan masyarakat;
5.
Memelihara lingkungan hidup;
6.
Menaati peraturan;
7.
Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat;
8.
Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
c.
Masyarakat madani
1.
Manjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi;
2.
Mempengaruhi kebijakan;
3.
Berfungsi sebagai sarana checks
and balances pemerintah;
4.
Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah;
5.
Mengembangkan SDM;
6.
Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.