Materi dikutip dari Matakuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin
LAN RI mengemukakan pengertian
Pengawasan melekat (Waskat) yaitu pengawasan yang dilakukan oleh setiap
pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.
Pengawasan melekat sebagai salah
satu kegiatan pengawasan, merupakan tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan
untuk menyelenggarakan manajemen atau administrasi yang efektif dan efisien di
lingkungan organisasi atau unit kerja masing-masing, baik di bidang
pemerintahan maupun swasta. Peningkatan fungsi pengawasan melekat di lingkungan
aparatur pemerintah bertolak dari motivasi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, dengan
cara sedini mungkin mencegah terjadinya kekurangan dan kesalahan dalam
merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas di lingkungan organisasi atau unit
kerja masing-masing. Pelaksanaan pengawasan melekat yang demikian tersebut
dapat mengurangi dan mencegah secara dini terjadinya berbagai kelemahan dan
kekurangan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok masing-masing.
Situmorang mengatakan bahwa
pengawasan melekat yaitu berupa tindakan atau kegiatan usaha untuk mengawasi
dan mengendalikan anak buah secara langsung, yang harus dilakukan sendiri oleh
setiap pimpinan organisasi yang bagaimanapun juga.
Suatu proses pemantauan, pemeriksaan
dan evaluasi yang dilakukan secara berdaya dan berhasil guna oleh pimpinan
unit/organisasi kerja terhadap fungsi semua komponen untuk mewujudkan kerja di
lingkungan masing-masing agar secara terus menerus berfungsi secara maksimal
dalam melaksanakan tugas pokok yang terarah pada pencapaian tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya.
Menurut Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Waskat adalah serangkaian
kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh
atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar
pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai
dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pimpinan dapat diartikan Atasan
Langsung atau disebut juga pejabat yang karena struktur organisasinya atau
kewenangan khususnya termasuk proyek, membawahi dan wajib mengawasi pegawai
bawahan. Bawahan adalah mereka yang bertanggung jawab serta wajib melapor
kepada atasan tentang pelaksanaan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
Pengertian tersebut mengandung pemahaman bahwa fungsi pengawasan melekat
merupakan salah satu aspek kepemimpinan yang harus dipunyai oleh seorang
pemimpin, dalam memberikan tugas atau tanggung jawab kepada orang-orang yang
dipimpinnya, agar arah, sasaran dan tujuan pelaksanaan tugas atau tanggungjawab
tersebut tidak menyimpang dan selesai sesuai dengan perencanaan atau ketentuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, pengawasan melekat yang
dimaksud tentu bermakna luas dan menjadi bagian integral dari konsep dan gaya
kepemimpinan seseorang.
Pelayanan
Publik dan Pengawasan Melekat
Saat sekarang kinerja
pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dituntut untuk lebih
baik. Dalam banyak hal memang harus diakui bahwa kinerja pelayanan publik
pemerintah masih buruk. Hal ini disebabkan antara lain adalah ; pertama,
tidak ada sistem insentif untuk melakukan perbaikan. Kedua, buruknya
tingkat pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik, yang ditandai dengan
tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal (rule driven) dan
petunjuk pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan.
Pelayanan publik yang dilaksanakan
oleh birokrasi pemerintah digerakkan oleh peraturan dan anggaran bukan
digerakkan oleh misi. Dampaknya adalah pelayanan menjadi kaku, tidak kreatif
dan tidak inovatif sehingga tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat
yang selalu berkembang. Ketiga, budaya aparatur yang masih kurang
disiplin dan sering melanggar aturan. Keempat, budaya paternalistrik
yang tinggi, artinya aparat menempatkan pimpinan sebagai prioritas utama, bukan
kepentingan masyarakat.
Masalah pelayanan masyarakat yang
diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah merupakan satu masalah penting
bahkan seringkali variabel ini dijadikan alat ukur menilai keberhasilan
pelaksanaan tugas-tugas pokok pemerintah. Begitu juga halnya di daerah masalah
pelayanan publik sudah menjadi program pemerintah yang harus secara terus
menerus ditingkatkan pelaksanaannya.
Adanya pembuatan metode/sistem
pelayanan publik ternyata tidak otomatis mengatasi masalah yang terjadi, sebab
dari hari ke hari keluhan masyarakat bukannya berkurang bahkan semakin sumbang
terdengar. Hal ini menunjukkan bahwa misi pemerintah yaitu sebagai public
services masih belum memenuhi harapan masyarakat. Sudah mulai sekaranglah
seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang serius dalam upaya peningkatan
dan perbaikan mutu pelayanan.
Antisipasi terhadap tuntutan
pelayanan yang baik membawa suatu konsekuensi logis bagi pemerintah untuk
memberikan perubahan-perubahan terhadap pola budaya kerja aparatur pemerintah.
Sebagai upaya melakukan perubahan tesebut Menteri Pendayagunaan Aparatur telah
mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dalam surat
keputusan tersebut, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan
publik oleh aparatur pemerintah diberikan arahan mengenai prinsip-prinsip
pelayanan publik, yaitu antara lain prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian
waktu, akurasi, keamanan dan tanggung jawab serta kedisiplinan.
Untuk menerapkan prinsip-prinsip
pelayanan publik diatas, tentunya memerlukan suatu dukungan pembuatan
kebijakan. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah dengan melaksanakan
Pengawasan Melekat di seluruh unit kerja pemerintah. Secara konsepsional
sebenarnya kebijakan Pengawasan Melekat dilingkungan pemerintah sudah telah
lama diterapkan. Istilah Pengawasan Melekat setidaknya telah digunakan
secara formal untuk pertama kalinya dalam Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Kemudian, dalam Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekat.
Pengertian Pengawasan Melekat
seperti yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang
Pedoman Pengawasan Melekat merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus-menerus, dilakukan atasan langsung terhadap bawahannya,
secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan
secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Namun, suatu kebijakan tidak begitu
saja dapat diimplementasikan dengan baik. Disisi lain, kenyataan menunjukkan
bahwa tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik terus meningkat
seiring dengan meningkatnya dinamika masyarakat itu sendiri. Bila tidak
diimbangi dengan konsestensi pelaksanaan kebijakan atau betapa banyak kebijakan
yang telah diambil oleh pemerintah maka hasilnya tetap saja dirasakan kurang
memuaskan.
Contoh
Pengawasan Melekat
Pembangunan aparatur negara
dan sistem pengawasan pembangunan dalam Repelita VI diarahkan pada peningkatan
penertiban, penyempurnaan, dan pembinaan keseluruhan unsur aparatur negara dan
pengawasan pembangunan baik aspek kelem-bagaan, aspek kepegawaian, maupun aspek
ketatalaksanaannya. Di samping itu, pembangunan bidang ini juga diarahkan untuk
meningkatkan dan memantapkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan baik
di tingkat pusat maupun daerah serta keterpaduan dan konsistensi pelaksanaan
pengawasannya.
Sasaran pembangunan aparatur
negara dalam Repelita VI adalah
tertatanya manajemen aparatur negara untuk meningkatkan kualitas, kemampuan,
dan kesejahteraan aparatur negara, serta terwujudnya kepegawaian negara yang
berkualitas, profesional, ahli,
terampil, dan memiliki jiwa kepemimpinan, semangat pengabdian, dan disiplin
yang tinggi, serta taat dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita
perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Menjadi
sasaran pula terwujudnya sistem administrasi negara yang makin andal,
profesional, efisien, efektif, serta tanggap terhadap aspirasi rakyat dan
terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis; mampu menjamin kelancaran dan
keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan umum dan pembangunan;
meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah baik pusat maupun daerah dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan umum dan pembangunan, khususnya dalam
melayani, mengayomi, mendorong dan me-numbuhkan prakarsa dan peran aktif
masyarakat dalam pembangunan; serta tanggap terhadap permasalahan, kepentingan,
dan kebutuhan rakyat, terutama yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Sasaran lainnya adalah meningkatnya perwujudan otonomi daerah di tingkat II
yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab; meningkatnya kemampuan kelembagaan
dan efisiensi serta efektivitas pelaksanaan fungsi dan peranan aparatur
kecamatan dan pemerintahan desa dan kelurahan; terwujudnya sistem kearsipan
yang andal; serta makin mantapnya sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan pengendalian kegiatan seluruh aparatur pemerintah.
Kebijaksanaan yang ditempuh
untuk mencapai berbagai sasaran tersebut pada pokoknya adalah meningkatkan
disiplin aparatur negara, memantapkan organisasi kenegaraan, mendaya-gunakan
organisasi pemerintahan, menyempurnakan manajemen pembangunan, dan meningkatkan
kualitas dan kesejahteraan sumber daya manusia aparatur negara. Berbagai
kebijaksanaan ini dijabarkan antara lain ke dalam empat program pokok dan tiga
program penunjang. Program pokok meliputi program : (a) pe- ningkatan prasarana
dan sarana aparatur negara; (b) peningkatan efisiensi aparatur negara; (c)
pendidikan dan pelatihan aparatur negara; dan (d) penelitian dan pengembangan
aparatur negara. Sedangkan program penunjang terdiri dari program : (a)
pengem-bangan informasi pemerintahan; (b) pendayagunaan sistem dan pe-laksanaan
pengawasan, dan (c) pengembangan hukum administrasi negara.
Sasaran akhir pendayagunaan
pengawasan pembangunan dalam Repelita VI adalah terciptanya daya guna dan hasil
guna pembangunan secara optimal. Hal tersebut dicapai dengan memadukan
pendayagunaan sistem pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang terarah pada
penyesuaian dan penyederhanaan berbagai prosedur pelaksanaan pembangunan;
peningkatan koordinasi penyusunan rencana pelaksanaan pembangunan baik sektoral
maupun regional serta sistem pemantauan, pelaporan, pengawasan, dan
pengendalian pelaksanaan; pengembangan sistem komunikasi melalui peningkatan
sistem informasi pembangunan; peningkatan keserasian dan keterpaduan
pelaksanaan kebijak-sanaan, program, dan proyek pembangunan yang bersifat
lintas sektoral, regional, daerah, dan lembaga baik yang sumber dananya dari
APBN maupun APBD; peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem pelaksanaan dan
pengawasan keuangan negara dan pembangunan; peningkatan keterpaduan antara
pengawasan melekat, pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat;
pembudayaan pengawasan melekat; peningkatan kemampuan teknis dan manajerial
aparatur pemerintah, serta pelayanan kepada masyarakat.
Untuk mewujudkan berbagai
sasaran tersebut, kebijaksanaan yang ditempuh mencakup pendayagunaan
keseluruhan sistem pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang dilakukan sedini
mungkin sejak tahap perencanaan dengan memantapkan sistem pe- rencanaan
penyusunan program dan anggaran, kualitas sumber daya manusia, sistem
pemantauan, pengendalian dan pertanggung- jawaban, serta keterpaduan dan
konsistensi pelaksanaan pengawasan pembangunan.
Kebijaksanaan di bidang
pengawasan ini dijabarkan dalam dua
program pokok dan tiga program penunjang. Program pokok meliputi program :
a)pendayagunaan sistem dan pelaksanaan
pengawasan
b) pembinaan dan pemasyarakatan pengawasan.
Sedangkan program penunjang terdiri dari
program :
a)pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
pengawasan
b) pengembangan informasi pengawasan
c)penerapan dan penegakan hukum.