Dalam
UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 mengatakan bahwa pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dari itu,
menjadi pendidik merupakan tugas yang mulia karena mencakup tentang memberi
ilmu pengetahuan dan pengabdian antarsesama manusia, baik itu anak didik maupun
masyarakat.
Menjadi
pendidik yang baik, bukan hanya ditunjang dari latar belakang pendidikan dan
kualitas keilmuan yang dia miliki, namun juga pada persoalan moral yang akan
memberi pengaruh dalam proses penyampaian didikan kepada anak didiknya. Begitu
pula sebaliknya, pendidik yang buruk bukan hanya memiliki kekurangan dalam
kualitas keilmuan, namun juga dipengaruhi oleh persoalan moral yang
dimilikinya.
Dalam
era yang modern, Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan tolak ukur
kemajuan suatu bangsa dan Negara. Ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
menjadi kekuatan utama dalam membangun sistem kenegaraan yang baik. Namun,
apakah dengan kemajuan IPTEK suatu Negara mampu mencerminkan kepribadian dan
jati dirinya sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat ?
Menjadi
pendidik, antara uang, kehormatan, dan pengabdian ? Menjadi pendidik memang
bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan kualitas keilmuan dan juga tanggungjawab
yang besar dalam mengemban amanah tersebut. Penyampaian pembelajaran yang
dilakukan oleh seorang pendidik adalah wujud dari tingginya kemauan dalam
mencerdaskan dan mensejahterakan anak bangsa. Sehingga hasil dari proses
penyampaian kepada anak didik dapat bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
Menjadi
pendidik, apakah semata-mata karena uang ? Uang dianalogikan tunjangan atau
gaji. Ia merupakan bentuk apresiasi dari Pemerintah atau Pihak lain sebagai
penghargaan atas kerja kerasnya membangun sumber daya manusia dan sistem
pendidikan yang berguna. Di sisi lain, uang dapat membutakan mata hati siapa
saja untuk berbuat penyimpangan dari tanggungjawabnya sebagai seorang pendidik.
Sehingga uang menjadi unsur utama kerusakan sistem pendidikan.
Pola
kehidupan yang mewah bagi seorang pendidik, dapat menjadi masalah besar dalam
keteguhan memberikan penyampaian pembelajaran kepada didikannya. Sejatinya,
pola hidup mewah dapat membawa pendidik terjerumus dalam penyuapan maupun
korupsi. Banyak hal-hal yang mempengaruhi mengapa pendidik lebih memilih uang
daripada membangun kualitas anak didik yang berguna. Dari hal diatas, dapat
dipetik suatu pembelajaran khusus kepada orang-orang yang ingin menjadi
pendidik yang baik. Bahwasanya, uang merupakan penghargaan atau bentuk lain
dari ucapan terima kasih seseorang ataupun instansi pemerintah dan swasta.
Banyak sedikitnya hasil yang diperoleh sangat terikat oleh kesyukuran pendidik
atas kerja kerasnya. Sehingga pola kehidupan yang mewah sebisa mungkin
dihindari kecuali ada sisi lain yang mendukung seperti, menjadi wirausaha dan lain
sebagainya.
Menjadi
pendidik, apakah semata-mata karena kehormatan ? Pendidik sejatinya dihormati,
disegani, dan dihargai. Hal ini dilatarbelakangi oleh keilmuan yang dimiliki
oleh seorang pendidik. Apalagi jika seorang pendidik tersebut memiliki
kepribadian yang baik dalam berinteraksi di lingkungan masyarakat. Jadilah dia
orang yang dihormati, disegani, maupun dihargai di lingkungannya. Namun, bagi
seorang pendidik yang mendapatkan penghormatan yang berlebih dari anak didik
maupun masyarakatnya, juga dapat memberi dampak pada kehidupannya sendiri.
Kesombongan adalah salah satunya. Sombong memang bukanlah kelakuan yang baik.
Misalnya disaat seorang pendidik memberikan pelatihan dan bimbingan. Seringkali
seorang pendidik tidak ingin menerima masukan atau tanggapan dari anak
didiknya. Proses pembelajaran yang seperti inilah yang tidak baik. Anak didik
akan merasa tertekan dan tak mampu berkembang diakibatkan oleh keotoriteran
seorang pendidik. Sehingga dalam mewujudkan generasi muda yang berguna dapat
terhambat dalam membangun Negara yang lebih baik lagi.
Dari
hal diatas dapat dipetik pembelajaran bahwa, kehormatan merupakan anugerah bagi
seorang pendidik. Menjadi pendidik yang baik, wajar mendapatkan kehormatan di
lingkungannya, sehingga kehormatan itu bisa menjadi senjata dalam membentuk
jati diri yang rendah hati, semata-mata untuk keperluan pengembangan kualitas
pendidikan yang lebih baik, bukan untuk membangun kesombongan diri sendiri.
Menjadi
pendidik, apakah karena pengabdian ? Ya, menjadi pendidik adalah pengabdian.
Dalam membentuk dan membangun kualitas sumber daya manusia yang baik,
dibutuhkan pengabdian secara total dari seorang pendidik. Bisa dikatakan lebih
lanjut bahwa pendidik merupakan tumpuan Negara dalam melangkahkan kaki ke arah
kemajuan. Pengabdian mencakup segala bentuk kebaikan, baik dari sisi moral,
kepribadian, dan keteguhan seorang pendidik. Dari hal tersebut, bahwanya
pengabdian merupakan hal utama yang dipegang oleh seorang pendidik. Bagi
pendidik yang setia mengabdi dalam menjadi
pondasi kemajuan bangsa dan Negaralah yang berhak mendapat pengakuan sebagai
pendidik yang baik.
Maka
dari itu, menjadi pendidik, antara uang, kehormatan, dan pengabdian, merupakan
rangkaian yang berbeda. Untuk menjadi pendidik yang profesional, dibutuhkan
keikhlasan dan kesabaran dalam mengabdi sebagai pahlawan Negara, bukan
semata-mata untuk mengincar uang yang banyak, dan kehormatan yang berlebihan.
Sebagai anak bangsa yang menginginkan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, tiada hari tanpa menuju pendidik yang baik untuk melahirkan anak
didik yang berguna.
( Halaman ini diikutsertakan pada Lomba blog “Menjadi Pendidik”
Sampoerna School of Education Blog Competition 2012
)